Kamis, 07 Mei 2015

840 km yang keras bersama si Lagoon



Alhamdulillah, rasa syukur tak terhingga kepada Allah SWT atas nikmat-Nya sehingga saya dan istri tercinta bisa meminang sebuah mobil Suzuki Karimun Wagon R tipe GS warna biru “Lagoon Turquoise” untuk kendaraan kami sehari-hari.

Kami membeli mobil ini di salah satu dealer di Kota Bekasi atas rekomendasi teman kuliah saya, Bro Rizki, saya dikenalkan kepada seorang temannya yaitu pak Sofian, yang sampai saat ini pun saya belum pernah bertemu (terima kasih Bro Rizki dan Pak Sofian, sukses selalu). Samsat Kota Bogor memberi nomor registrasi F 1433 EO untuk “si Lagoon”, sebutan istri saya untuk mobil yang terdaftar atas namanya ini. Walaupun sudah didaftarkan sejak mobil diantar ke rumah orang tua tanggal 31 Maret 2015, sampai saat ini STNK dan plat resmi mobil ini belum kunjung selesai, apalagi BPKB-nya, harus sabar menanti lagi sepertinya. 

Dengan segala kegembiraan bercampur keterburu-buruan, saya mengajak adik saya untuk mengantar mobil ke perantauan kami di Kota Jambi. Setelah mencari-cari waktu yang luang disepakati kami berangkat tanggal 2 Mei 2015 setelah si Lagoon service pertama 1000 km.

Singkat cerita Sabtu, 2 Mei 2015 jam 03.30 adik saya berangkat dari rumah orang tua kami di Klender, Jakarta Timur tempat selama ini si Lagoon saya titipkan menuju stasiun Jatinegara menjemput saya dan langsung memulai perjalanan 791 km yang ditunjukkan oleh mbak google map (fiuhh jauh banget kayaknya). Bismillah, saya duduk di kursi penumpang depan, tripmeter A saya reset, odometer menunjukkan angka 1354 km (lumayan juga mengingat usianya belum sebulan), kondisi bensin baru diisi full dengan Shell Super. Impresi pertama saya yang belum pernah bertemu mobil ini adalah kecil, ramping dan tinggi, khas kei car jepang. 

Kilometer awal perjalanan

Impresi awal saya:

  • Tutup pintu, blebb... wuih nggak nyangka ternyata nggak cempreng.
  • Ceklek.. harus ngunci pintu manual, nggak autolock ternyata.
  •  Kabin ternyata cukup lega untuk kami berdua (saya 174/75 dan adik 172/78) head room terasa lapang dan leg room baris pertama juga pas dengan sedikit menggeser kursi baris 1 ke belakang. 
  • Baris kedua meskipun dengan kondisi baris pertama dimundurkan masih terlihat manusiawi.
  • Jok,  ini yang saya suka, bahan fabric, karena saya dan istri kurang suka leather, makanya kami pilih seri GS dibanding Dilago.
  • Driving position, hmm so so sih, kalau saya sih ok aja, stir cukup rendah karena seat yang tinggi, waktu istri saya (150) test drive pun bisa lihat moncong dengan jelas. Yang penting bagi saya sih dengkul nggak mentok dashboard seperti MPV sejuta umat yang biasa saya pakai.
  • Lekuk dashboard sisi penumpang depan cenderung memakan ruang kaki kanan sehingga mau nggak mau harus lebih mundur lagi buat yang berkaki panjang.
  • Jarak antara pengemudi dan penumpang depan sangat “intim” dan di sela-selanya  
  • Bottle holder di depan ada 3, 2 buah di depan tuas perseneling, 1 di dashboard kanan setir, tidak ada space di doortrim, hanya muat untuk buku catatan perjalanan yang saya bawa. Baris 2 hanya ada 1 holder saja.
  •  Seatbelt sampai baris kedua ada, aman.
  • Audio 2 din cukup lengkap walau displaynya belum LCD alias nggak bisa nyetel video bo’. Suara 4 speaker saya rasakan pas-pasan saja, tidak seburuk salah satu LCGC yang pernah saya coba, tidak juga bisa dibilang baik, tapi maklum lah untuk harga di bawah Rp100 juta. Mungkin sektor ini perlu modifikasi agar lebuh memuaskan.
  • Getaran mesin, wow terasa juga ya, apaladi kalau pintu terbuka, kayak “ngayun” pintunya, mungkin memang sudah bawaan orok mesin 3 silinder ya, sepertinya perlu tambahan peredam kabin untuk mengurangi “kehebohan” ini.
  •   Akselerasi okelah untuk 998cc 3 silinder torsinya cukup mantep.

Perjalanan dini hari di Jakarta menuju Merak sungguh menyenangkan, tanpa melewati tol dalam kota kami sampai di gerbang tol Tomang dalam waktu 15 menit saja, luar biasa kontrasnya Jakarta ini. Perjalanan dilanjutkan menuju Cikupa dengan tarif Rp6.000,00 saja. Selanjutnya memasuki tol merak melalui gerbang Cikupa, tertulis “Merak 108 km” wow, jauh juga ternyata, lanjut, adik saya menggeber si Lagoon tanpa turun dari top gear dengan kecepatan antara 90-110 km/jam di jalan yang benar-benar bebas hambatan ini. Impresi selanjutnya:

  • Suspensi mobil ini cukup nyaman untuk jalan sehalus jalan tol
  • Berkat ban 175 ring 14 yang dipasang pada seri GS ini handling pada kecepatan tinggi juga cukup bagus, mungkin hanya kurang dari aerodinamikanya saja ya, haha,
  • Suara gesekan ban Chamipro Eco dengan aspal entah mengapa sangat terdengar berdengung di kabin, mungkin memang karakter bannya seperti itu, atau mungkin perlu tambah peredam rumah roda.
  • Setengah perjalanan, hujan mulai turun, nah di sini mulai tampak kekurangan mobil ini. Berisik, satu kata yang bisa menggambarkan, suara jatuhnya rejeki air ke atap dan cipratan air dari ban sungguh mengganggu, tapi saya memaklumi karena LCGC merk lain yang pernah saya coba bahkan untuk low MPV yang biasa saya pakai untuk kendaraan dinas juga sama berisiknya.  Lagi-lagi terlintas untuk menambah peredam buat si Lagoon.
  •  Untuk penerangan saya acungi dua jempol buat Suzuki, lampu dekat multireflektor dan lampu jauh projector bergantian bekerjasama dengan lampu kabut untuk membelah gelapnya jalan berbayar yang nyaris tanpa penerangan ini.

Sekitar pukul 04.45 kami keluar dari gerbang tol Merak dengan biaya Rp36.000,00 (wah mahal juga ternyata). Melalui kota Cilegon dengan kondisi jalan kurang baik menuju pelabuhan, kami harus meengurangi laju mobil untuk menjaga kenyamanan dan keamanan. Untuk kondisi jalan berlubang mobil ini masih cukup nyaman dengan kecepatan rendah.


Kami memasuki pelabuhan Merak dan langsung masuk ke kapal dengan ongkos Rp347.000,00 wow lumayan mahal bos, seingat saya ada teman yang bilang 200 ribuan entah kapan itu. Dua jam kami menyeberangi Selat Sunda dengan KMP Virgo 18, bye bye Jawa...
 Tarif ASDP Selat Sunda


Kondisi dalam kapal (abaikan saja orangnya) :V
 
duhh kok sudah panjang ya, nanti dilanjut part II ya sisi Sumateranya biar nggak bosan..

3 komentar:

  1. Hmm, si Wagon R ini ya, masih misteri, (heran) Kenapa kok Kualitas Painting nya itu loh, gak layak disebut LCGC,,, Beninggg banget di banDing LCGC rival nya,,, ngilerrrrr

    BalasHapus
    Balasan
    1. mantap sih menurut saya kualitasnya wagon r ini. makasih kunjungannya

      Hapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus